FUNDAMENTAL AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH SEBAGAI ESKALISASI IDEOLOGI PMII

FUNDAMENTAL AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH SEBAGAI ESKALISASI IDEOLOGI PMII

Oleh: Irsad Akil

PENDAHULUAN

Perkembangan komunitas muslim merupakan bagian dinamisasi dari dunia Islam. Interaksi yang panjang antara kondisi yang berubah dan nilai-nilai Islam yang abdi telah menawarkan sebuah pola, gagasan serta basis bagi perkembangan sosio-kultural Islam. Sehingga dalam kebudayaan, Islam tidak mendominasi budaya, dominasi pengetahuan dan nilai kebenaran serta dominasi epistemologi. Namun, sisi yang ada adalah hasil interaksi antara karakter lokal dari masing-masing gejala komunitas masyarakat dimana ia berada. Seperti halnya, eksistensi Islam di Indonesia yang sebagain besar menganut paham Ahlussunah Wal Jamaah.

Aswaja merupakan paham Ahlussunah Wal Jamaah yang memiliki eksistensi dengan gaya moderat di era yang penuh dengan muskilat, tampil sebagai ideologi atau aliran yang mampu mengatasi pertikaian antar golongan, dan mampu menjawab tantangan keagamaan yang dihadapkan pada manusia multikultural dan multi pemikiran , sehingga dengan adanya konsepkonsep tersebut, Aswaja mampu menciptakan kedamaian di dunia.

PMII atau kepanjangan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang merupakan organisasi ekstra kampus. PMII juga merupakan komunitas yang berbasis religi, dimana sebagian besar kader-kader-Nya adalah beragama Islam. PMII tidak dapat dipisahkan oleh keberadaan teologis Islam yang berupa cita-cita, akidah, nilai-nilai, tradisi. Oleh karenanya, hal itu sangat ditekankan serta diperlukan untuk menyongsong terbentuknya intelektual muda NU dan sebagai pondasi dalam kepijakan utama dalam setiap pemikiran dan tindakan-Nya. Paham yang dijadikan dasar pemikiran PMII tidak dapat dipisahkan oleh eksistensi histori sejarah lahirnya, dimana ormas NU yang dijadikal cikal-bakal berdirinya PMII.Karenanya, Gerakan PMII dalam ruang lingkup akidah, syariah, tasawuf tidak lepas dengan paham Ahlussunah Wal Jamaah. PMII merupakan faktor penting dalam menentukan landasan teologis. PMII merupakan dinamika muda mahasiswa yang jika diibaratkan dengan NU dua sisi mata uang. Jadi satu pemikiran NU satu wadah dengan PMII. Tentu bagi warga PMII dperlukan pemahaman yang matang ihwal Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) dalam segala perspektifnya. Baik dalam terminologis, latar historis, ideologi, pemikiran serta konsep-konsep yang dibangun untuk memahami Islam.

Adapun tujuan penulis disini yaitu ingin memaparkan beberapa pemikiran Ahlussunah Wal Jamaah yang dijadikan dasar dari dinamika PMII dari berbagai aspek serta implementasi karakteristik yang menjadikan ciri khusus intelektual muda PMII.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunah Wal Jamaah

Aswaja adalah singkatan dari Ahli Sunnah Wal Jamaah yang menurut Munandi Shaleh (2019: 1) secara bahasa kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, Komunitas, atau pengikut. Kata as-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Serta kata al-Jama’ah diartikan sebagai perkumpulan al-Jama’ah sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan menurut istilah atau terminologis kata as-Sunnah adalah segala sesuatu yang diajarkan Rasulallah SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan (taqrir). Sedangkan kata alJama’ah bermakna sesuatu yang telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulallah SAW., dan pada era pemerintah Khulafah al-Rasyidin (Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, dan Ali KRW).

Imam Asy’ari dalam kitab al-Ibanah an Ushul al-Diyanah (tt: 14) mendefinisikan pengertian Ahlussunah Wal Jama’ah adalah golongan yang berpegang teguh kepada alQur’an, al-Hadits, dan apa yang diriwayatkan sahabat, tabi’in, imam-imam hadits, danapa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal. Sedangkan menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, dalam buku Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan (2010: 107) Ahlussunah Wal Jama’ah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama.

Maka dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan baik secara bahasa maupun istilah, pengertian Ahlussunah Wal Jama’ah secara spesifik adalah mereka yang dalam aspek fiqih mengikuti Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Imam Hanafi, Imam Maliki. Dalam aspek aqidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Ay’ari dan Imam Abu Mansur alMaturidi. Serta dari aspek tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali, Imam Junaedi alBaghdadi dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.

B. Historis Lahirnya Ahlussunah Wal Jama’ah

Secara historis, lahirnya Ahlussunah Wal Jama’ah tidak dapat dilepaskan dengan munculnya aliran atau paham-paham Islam. Hal yang dijadikan latar belakang munculnya Ahlussunah Wal Jama’ah adalah dimulainya pertikaian antara Ali dengang Gubernur Damaskus yaitu Muawiyyah bin Abi Sufyan, yang menyebabkan perang shiffin.Persoalan yang dijadikan dasar Muawiyyah untuk menolak kekuasaan khalifah Ali adalah mereka menganggap Ali tidak bisa menyelesaikan peristiwa meninggalnya Utsman bin Affan oleh siapa. Oleh karenanya, diantara kedua kubu tersebut saling berperang dan menghasilkan tahkim (arbitrase) dan disetujui oleh Ali. Sehingga dari sebagian pengikut Ali terpecah menjadi dua, pertama setia mendukung apapun keputusan Ali (Syiah), kedua menolak dengan keputusan tahkim (Khawarij). Mereka kaum Khawarij sangat lemah dalam memahami salah satu ayat al-Qur’an, seperti dalam Q.S al-Maidah : 44,

Artinya: “Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.”

Dengan berlandasan ayat tersebut, mereka kaum Khawarij memiliki semboyan tiada hukum selain hukum Allah, Laa Hukma Illallah dan menganggap mereka semua yang terlibat dalam tahkim tersebut adalah kafir.

Akibat dari pertikaian antara Muawiyyah, Syiah dan Khawarij maka menyebabkan meninggalnya Ali yang dibunuh oleh kaum khawarij, dialah Abudurrahman bin Muljam salah satu orang penghafal al-Qur’an, ahli ibadah, ahli shalat malam. Namun, sayang-Nya fanatisme terhadap khawarij serta lemahnya ilmu yang dia miliki menyebabkan terseretnya menjadi manusia yang licik dan sadis.

Setelah meninggalnya Ali, kemudian mereka golongan sahabat Nabi yang masih tersisa yaitu Ahlu Halli Wal Aqdi menyepakati bahwasanya Al-Hasan adalah pengganti Khalifah Ali. Namun, Hasan tidak lama menjadi khalifah yaitu hanya selama 2 tahun dia menjadi khalifah. Karena banyaknya permasalah serta konflik pada waktu itu. Sehingga Hasan ber-ijtihad bahwasanya dengan mengundurkan diri sebagai khalifah serta dengan menyerahkan kukuasaanya kepada Muawiyyah dapat mendamaikan seluruh umat Islam, maka pada tahun itu juga terkenal dengan “am al-Jamaah” atau tahun persatuan. 

Menjadinya Muawiyyah sebagai khalifah menimbulkan raeaksi yang keras dari kelompok Syiah dan Khawarij. Mereka menolak atas kekuasaan Muawiyyah serta menyatakan perang terhadapnya. Perselisihan semakin memanas dengan digantinya sistem khalifah menjadi monarki absolut dengan menunjuk anaknya yaitu Yazid bin Muawiyyah sebagai khalifah selanjutnya. Saat masa kekhalifahan Yazid bin Muawiyyah juga banyak terjadi konflik yang menyebabkan semakin mengobarnya semangat perang. Salah satunya, tragedi pembunuhan cucu Rasulallah SAW di Karbala pada masa Yazid bin Muawiyyah. Konflik berawal dari politik dan berujung menjadi persoalan aqidah. Perdebatan antara siapa yang salah dari pihak Ali dan Muawiyyah merembet kepembahasan perbuatan manusia. Pada tahun ketiga Hijriah munculnya aliran Murjiah, yang berpendapat bahwa dalam tragedi tahkim kedua pihak tidak ada yang salah. Mereka menganggap dosa dan tidaknya, kafir dan tidaknya seseorang bukanlah diputuskan didunia namun di akhirat oleh Allah SWT. Setelah Murjiah munculnya aliran Jabbariyah, yang berpendapat, perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan. Kemudian munculnya aliran Qodariyyah yang berpendapat, bahwa manusia sendirilah yang menciptakan perbuatan tanpa ada campur tangan Tuhan. Lalu muncul lagi aliran Mu’tazilah, yang berpendapat sama seperti Qodariyyah namun, berbeda dengan penetapan sifat pada Allah.

Setelah banyaknya bermunculan aliran-aliran Islam ekstrem, maka munculnya respon-respon paham Ahlussunah Wal Jama’ah yang bertujuan untuk mengambil jalan tengah-tengah antara respon Islam Ekstem. Kemunculan Ahlussunah Wal Jama’ah dipelopori oleh generasi setelah sahabat atau murid-murid sahabat (tabi’in) seperti Imam Hasan al-Bashri, generasi setelah murid-murid tabi’in (tabi’tabiin) seperti Imam 4 mazhab. Dan periode inilah yang disebut dengan periode salaf seperti yang dikatakan oleh Rasulallah SAW sebagai generasu terbaik agama ini.

Kemudian, selepas dari ajaran aswaja pada masa itu, dilanjutkan oleh muridmuridnya. Seperti Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Abu Manshur Al-Maturidi, Imam Ghazali, Imam Haromain, Imam Junaid dan hingga seterusnya sampai dengan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.

C. Paham-Paham Ahlussunah Wal Jama’ah Sebagai Implementasi Ideologi PMII

Paham Ahlussunah Wal Jama’ah dalam Nahdlatul Ulama mencakup beberapa aspek. Seperti, Aqidah, Syari’ah dan Tasawuf. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencangkup seluruh aspek prinsip keagamaan Islam. Didasari pada pola pemikiran (manhaj) Asy’ariyah dan Maturidiyyah dalam bidang aqidah, empat imam mazhab dalam bidang fiqih (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Dan didalam bidang tasawuf mengikuti manhaj Imam al-Ghazali dan Imam Abu Qosim al-Junaidi al-Baghdadi dan lainnya. Lain dari itu, dibutuhkan formula Ahlussunah Wal Jama’ah sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencangkup semua askep kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi. Karenanya Ahlussunah Wal Jama’ah dapat didefinisikan “Ahlu Minhaj al-fikr ad-dini al-musytamil ‘ala syu’un al-hayati wa at-thasamuh” atau orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencangkup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasardasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi.

Sehingga dalam konteks ini, PMII yang merupakan bagian dari NU tidak lepas dengan kesamaan dalam paham, yaitu paham Ahlussunah Wal Jama’ah. PMII dalam menjalankan paham Ahlussunah Wal Jama’ah, pada dasarnya menganut lima prinsip utama, yakni;

1. at-Tawazun (keseimbangan), yakni sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai aswaja tanpa intervensi kekuatan manapun. Sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke titik pusat ideal.

2. at-Tasamuh (toleransi), yakni sikap keterbukaan dalam menerima perbedaan. Sikap toleransi ini adalah membebaskan dan melepaskan diri atau golongan dari sifat egoistik dan sentimen pribadi maupun kelompok.

3. at-Tawasuth (moderat), prinsip ini menekankan pentingnya berada pada posisi tengah, tidak condong ke kanan, juga tidak condong ke kiri, sehingga corak pemahamannya selalu tampil pada jalur tengah dalam menjawab tantangan umat.

4. al-I’tidal, yakni kesetaraan atau keadilan. Sebuah konsep adanya

proposionalitas dalam mengejewantahkan pemikiran maupun tindakan.

5. amr ma’ruf nahy munkar, yakni perintah yang ditunjukan untuk menganjurkan mengerjakan kebaikan dan mencegah perilaku buruk. Konsep ini mengupayakan dalam menegakkan agama dan kemaslahatan ditengahtengah umat.

Dengan demikian segala kemaslahatan dari berbagai bentuk aspek-aspek dalam kehidupan harus mengedepankan nilai keadilan. Lima prinsip Ahlussunah Wal Jama’ah yang dijadikan pilar dalam berfikir semua dinamika PMII merupakan dasar yang sangat konkrit untuk menjawab berbagai konflik-konflik zaman yang sangat kompleks.


KESIMPULAN

Ahlussunah Wal Jama’ah secara spesifik adalah mereka yang dalam aspek fiqih mengikuti Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Imam Hanafi, Imam Maliki. Dalam aspek aqidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Ay’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Serta dari aspek tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali, Imam Junaedi al-Baghdadi dan Imam Abu al-Hasan alSyadzili. Kemunculan paham Ahlussunah Wal Jama’ah berawal dari respon kemunculan beberapa firqoh-firqoh Islam ektrem yang berbeda pendapat atas paham aqidah, yang mengahruskan Ahlussunah Wal Jama’ah ikut berpendapat dengan menggunakan prinsip tengahtengah.

Ahlussunah Wal Jama’ah dapat didefinisikan “Ahlu Minhaj al-fikr ad-dini al-musytamil‘ala syu’un al-hayati wa at-thasamuh” atau orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencangkup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi. PMII selain mengamalkan prinsip-prinsip keagamaan, juga harus memiliki profil dan jiwa yang ditunjukan dengan sikap kejujuran dan kerja keras dalam mengasah ketajaman pemikiran secara objektik dan kritis. Oleh karenanya, dengan begitu akan mencetak kader-kader PMII cendekiawan, agen of cange, yang mampu menerapkan teori terhadap realitas sekitar, dengan tanpa terjadinya intimidasi dan intervensi kekuasaan.

BIBLIOGRAPY

Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari. tt. “al-Ibanah an-Ushul al-Diyanah”. Beirut: Dar alKutub al-Ilmiyyah.

Akrom, Mizanul. 2021. “NUANSA KAJIAN PMII: Sebuah Pergulatan Pemikiran”. Publisher In Indonesia: Gue Pedia.

Alama, Badrun. 2000. “ NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja”. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Asyari, K. H. Muhammad Hasyim. Cet. 2. 2017. “RISALAH ASWAJA: Dari Pemikiran, Dotrin,

Hingga Model Ideal Gerakan Keagamaan”. Yogyakarta: AR-RUZZI Media..

Ibrahim, bin Amir Ar-Ruhali. Jilid 1. 2019. “Sikap Ahlussunah Wal Jama’ah Terhadap Ahli

Bid’ah dan Pengikut Hawa Nafsu”. Darul Falah.

Misrawi, Zuhairi. 2010. “ Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan

Kebangsaan”. Jakarta: Kompas.

Muhammad Ropi’i. 2021. “ Hujjah Amaliyah Ahlusunnah Waljama’ah”. Sukabumi: CV. Jejak.

Najib, Ni’am, Sulthon, dkk. 2021. “Modul MAPABA 2021”. Semarang: UNWAHAS.

Ramli, Muhammad Idrus. 2017. “ BID’AH HASANAH”. Jambi: Pondok Pesantren al-Hujjah Press.

Shaleh, Munandi. 2019.”Mengenal Tentang Aswaja”. Tangsel: Charta Cendekia Institut.

Tim Harakah Islamiyah. tt. “Buku Pintar Aswaja”. Harakah Islamiyah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Pena Menuju Mahasiswa Berprestasi

Revitalisasi Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) di Era-Society 5.0